Bab 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kami
memilih kota Yogyakarta karena kota Yogyakarta adalah tempat obyek wisata
yang tidak asing lagi bagi kita sebagai Warga Negara Indonesia maupun
Warga Negara Asing. Disitu banyak berbagai tempat-tempat obyek pariwisata yang
sangat penting, bersejarah dan mempunyai keunikan tersendiri dengan ciri
khasnya masing-masing.
Tempat-tempat
obyek pariwisata tersebut misalnya : Candi Borobudur, Candi Prambanan, Monumen
Jogja Kembali (Monjali), Keraton Yogyakarta, Malioboro,Taman Pintar,dan Museum
Dirgantara.
1.2
Rumusan Masalah
Masalah-masalah
yang dibahas di karya ilmiah ini adalah :
1.Bagaimana
sejarah kota Yogyakarta ?
2.Dimana
saja tempat-tempat pariwisata yang sering dikunjungi para wisatawan ?
3.Kenapa
kota Yogyakarta dikatakan sebagai kota pariwisata ?
4.Mengapa
kota Yogyakarta disebut juga sebagai kota pendidikan ?
1.3.
Tujuan
Tujuan
penulis membuat karya ilmiah tentang Yogyakarta ini adalah : untuk
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang tidak diajarkan di sekolah,
mengetahui tempat-tempat wisata yang ada di Jogja, dan dapat mengetahui seluk
beluk tempat-tempat wisata yang ada di Jogja. Khususnya bagi kami, umumnya bagi
pembaca.
1.4
Metode
Metode
yang kami gunakan dalam membuat karya ilmiah ini adalah :
1.
Mendengarkan
2. Pengamatan secara langsung
3. Membaca
4. Browsing
5. Diskusi
2. Pengamatan secara langsung
3. Membaca
4. Browsing
5. Diskusi
1
1.5
Kegunaan
Karya
ilmiah ini dapat digunakan untuk :
1.Menambah
wawasan atau pengetahuan yang luas khususnya bagi penulis sendiri dan
umum bagi para pembaca yang budiman.
2.
Mengenal tempat-tempat wisata di Jogja yang indah dan dipelihara di Indonesia
3.
Mengetahui asal - usul tempat wisata yang ada di jogja.
1.6
Sistematika
Karena
kurangnya pemahaman yang kami miliki dalam mengerjakan karya ilmiah ini, kami
melakukan berbagai cara diantaranya :
1.
Mendengarkan penjelasan bagaimana cara membuat karya ilmiah dari guru
2.
Pengamatan langsung ke objek wisata
3.
Membaca buku yang berkaitan dengan objek wisata
4.
Browsing di internet
5.
Berdiskusi dengan anggota kelompok
2
Bab 2
PEMBAHASAN
2.1
Candi Borobudur
2.1.1
Gambaran Umum
Borobudur adalah
nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur,Magelang, Jawa Tengah. Lokasi candi adalah kurang
lebih 100 km di sebelah
barat daya Semarang dan 40 km di sebelah barat
laut Yogyakarta. Candi ini didirikan oleh para
penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra.
2.1.2
Sejarah Candi Borobudur
Borobudur dibangun
sekitar tahun 800 Masehi atau abad ke-9. Candi Borobudur dibangun oleh para
penganut agama Buddha Mahayana pada masa pemerintahanWangsa
Syailendra. Candi ini dibangun pada masa kejayaan dinasti Syailendra. Pendiri
Candi Borobudur yaitu Raja Samaratungga yang berasal dari wangsa atau dinasti
Syailendra. Kemungkinan candi ini dibangun sekitar tahun 824 M dan selesai
sekitar menjelang tahun 900-an Masehi pada masa pemerintahan Ratu
Pramudawardhani yang adalah putri dari Samaratungga. Sedangkan arsitek yang
berjasa membangun candi ini menurut kisah turun-temurun bernama Gunadharma.
Candi
ini selama berabad-abad tidak lagi digunakan. Kemudian karena letusan gunung
berapi, sebagian besar bangunan Candi Borobudur tertutup tanah vulkanik. Selain
itu, bangunan juga tertutup berbagai pepohonan dan semak belukar selama
berabad-abad. Kemudian bangunan candi ini mulai terlupakan pada zaman Islam
masuk ke Indonesia sekitar abad ke-15.
Pada
tahun 1814 saat Inggris menduduki Indonesia, Sir Thomas Stamford Raffles
mendengar adanya penemuan benda purbakala berukuran raksasa di desa Bumisegoro
daerah Magelang. Karena minatnya yang besar terhadap sejarah Jawa
3
, maka
Raffles segera memerintahkan H.C. Cornelius, seorang insinyur Belanda, untuk
menyelidiki lokasi penemuan yang saat itu berupa bukit yang dipenuhi semak
belukar.
Cornelius
dibantu oleh sekitar 200 pria menebang pepohonan dan menyingkirkan semak
belukar yang menutupi bangunan raksasa tersebut. Karena mempertimbangkan
bangunan yang sudah rapuh dan bisa runtuh, maka Cornelius melaporkan kepada
Raffles penemuan tersebut termasuk beberapa gambar. Karena penemuan itu,
Raffles mendapat penghargaan sebagai orang yang memulai pemugaran Candi
Borobudur dan mendapat perhatian dunia. Pada tahun 1835, seluruh area candi
sudah berhasil digali. Candi ini terus dipugar pada masa penjajahan Belanda.
Setelah
Indonesia merdeka, pada tahun 1956, pemerintah Indonesia meminta bantuan UNESCO
untuk meneliti kerusakan Borobudur. Lalu pada tahun 1963, keluar keputusan
resmi pemerintah Indonesia untuk melakukan
pemugaran
Candi Borobudur dengan bantuan dari UNESCO. Namun pemugaran ini baru
benar-benar mulai dilakukan pada tanggal 10 Agustus 1973. Proses pemugaran baru
selesai pada tahun 1984. Sejak tahun 1991, Candi Borobudur ditetapkan sebagai World
Heritage Site atau Warisan Dunia oleh UNESCO.
1.0 1.1
Candi
Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri 10 tingkat,
berukuran
123 x 123 meter, tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5
4
meter
setelah direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan.10
tingkat itu terdiri dari;enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat
berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama
sebagai puncaknya, yang menghadap kea rah barat. Selain itu tersebar di semua
tingkat-tingkatannya beberapa stupa. Jumlah stupa di kompleksnya tersebut 594.
Borobudur
yang bertingkat sepuluh menggambarkan secara jelas filsafat mazhabMahayana. Bagaikan sebuah kitab, Borobudur
menggambarkan sepuluh tingkatanBodhisattva yang harus dilalui untuk
mencapai kesempurnaan menjadi
Buddha.
· Kamadhatu,
bagian dasar Borobudur, melambangkan manusia yang masih terikat nafsu.
· Rupadhatu, empat
tingkat di atasnya, melambangkan manusia yang telah dapat membebaskan diri dari
nafsu namun masih terikat rupa dan bentuk. Pada tingkat tersebut, patung Budha
diletakkan terbuka.
· Arupadhatu,
tiga tingkat di atasnya dimana Budha diletakkan di dalam stupa yang
berlubang-lubang. Melambangkan manusia yang telah terbebas dari nafsu, rupa,
dan bentuk.
· Arupa, bagian
paling atas yang melambangkan nirwana, tempat Budha bersemayam
Di masa
lalu, beberapa patung Buddha bersama dengan 30 batu dengan relief, dua patung
singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga dan gerbang dikirimkan kepada Raja Thailand, Chulalongkorn yang mengunjungi
Hindia Belanda (kini Indonesia) pada
tahun 1896 sebagai hadiah dari pemerintah
Hindia Belanda ketika itu.
Borobudur
tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah
lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi
dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Di lorong-lorong inilah umat
Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi
5
candi ke
arah kanan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur bertingkat-tingkat ini
diduga merupakan perkembangan dari bentuk punden
berundak, yang merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah
Indonesia.
Struktur
Borobudur bila dilihat dari atas membentuk struktur Mandala.
Struktur
Borobudur tidak memakai semen sama sekali, melainkan sistem interlock yaitu
seperti balok-balok Lego yang bisa
menempel tanpa lem.
2.1.4
Relief
Di
setiap tingkatan dipahat relief-relief pada dinding candi. Relief-relief ini
dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa Kuna yang berasal dari bahasa Sansekerta daksina yang
artinya ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi
ceritanya, antara lain relief-relief cerita jātaka.
Pembacaan
cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang
sisi timur di setiap tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan berakhir di sebelah
kanan pintu gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah timur adalah tangga
naik yang sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi
menghadap ke timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa benar.
Adapun
susunan dan pembagian relief cerita pada dinding dan pagar langkan candi adalah
sebagai berikut.
Bagan
Relief
|
|||
Tingkat
|
Posisi/
Letak
|
Cerita
Relief
|
Jumlah
pigura
|
Kaki
candi asli
|
-
----------
|
Karmawibhangga
|
160
pigura
|
Tingkat
I
|
-
dinding
|
Lalitawistara
|
120
pigura
|
-----------
|
-
---------
|
Jataka/
awadana
|
120
pigura
|
-----------
|
-
langkan
|
Jataka/
awadana
|
372
pigura
|
-----------
|
-
---------
|
Jataka/
awadana
|
128
pigura
|
Tingkat
II
|
-
dinding
|
Gandawyuha
|
128
pigura
|
-----------
|
-
langkan
|
Jataka/
awadana
|
100
pigura
|
Tingkat
III
|
-
dinding
|
Gandawyuha
|
88
pigura
|
-----------
|
-
Langkan
|
Gandawyuha
|
88
pigura
|
Tingkat
IV
|
-
dinding
|
Gandawyuha
|
84
pigura
|
-----------
|
-
langkan
|
Gandawyuha
|
72
pigura
|
-----------
|
jumlah
|
--------------
|
1460
pigura
|
2.1.5
Tahapan pembangunan Borobudur
· Tahap
pertama
Masa
pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan antara 750 dan 850
M). Pada awalnya dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya
dirancang sebagai piramida berundak. tetapi kemudian diubah. Sebagai bukti ada
tata susun yang dibongkar.
· Tahap
kedua
Pondasi
Borobudur diperlebar, ditambah dengan dua undak persegi dan satu undak
lingkaran yang langsung diberikan stupa induk besar.
· Tahap
ketiga
Undak
atas lingkaran dengan stupa induk besar dibongkar dan dihilangkan dan diganti
tiga undak lingkaran. Stupa-stupa dibangun pada puncak undak-undak ini dengan
satu stupa besar di tengahnya.
· Tahap
keempat
Ada
perubahan kecil seperti pembuatan relief perubahan tangga dan lengkung atas
pintu.
2.2
Monumen Jogja Kembali
|
1.2
7
Monumen
Yogya Kembali atau dikenal oleh masyarakat setempat dengan istilah “Monjali”
dibangun pada tanggal 29 Juni 1985 yang ditandai dengan upacara tradisional
penanaman kepala kerbau dan peletakan batu pertama oleh Sri Sultan
Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII. Gagasan untuk mendirikan
monumen ini dilontarkan oleh Kolonel Sugiarto, selaku Walikotamadya Yogyakarta
dalam Peringatan Yogya Kembali yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah
Tingkat II Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1983.
Dipilihnya
nama “Yogya Kembali” dengan maksud sebagai tetenger atau penanda
peristiwa sejarah ditariknya tentara pendudukan Belanda dari Ibukota Yogyakarta
pada tanggal 29 Juni 1949. Hal ini sebagai tanda awal bebasnya Bangsa Indonesia
secara nyata dari kekuasaan pemerintahan Belanda.
Pembangunan
monumen dengan bentuk kerucut dan terdiri dari tiga lantai ini selesai dibangun
dalam waktu empat tahun dan diresmikan pembukaannya tanggal 6 Juli 1989
oleh Presiden RI pada waktu itu, Soeharto. Monumen setinggi kurang lebih 31.8 m
ini terletak di Dusun Jongkang, Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten
Sleman. Bentuk kerucutnya melambangkan bentuk gunung yang menjadi perlambang
kesuburan selain memiliki makna melestarikan budaya nenek moyang pra-sejarah.
Pemilihan lokasi Monumen Yogya Kembali juga memiliki alasan berlatarkan budaya
Yogya, yaitu monumen terletak pada sumbu atau poros imajiner yang menghubungkan
Gunung Merapi, Tugu, Kraton, Panggung Krapyak dan pantai Parang Tritis. Sumbu
imajiner ini sering disebut dengan Poros Makrokosmos atau Sumbu Besar
Kehidupan. Titik imajinernya sendiri bisa anda lihat pada lantai 3 ditempat
berdirinya tiang bendera.
Bangunan
monumen ini terdiri dari taman depan dimana pengunjung bisa melihat Meriam PSU
Kaliber 60mm buatan Rusia, sedangkan dihalaman paling depan anda bisa jumpai
Replika Pesawat Guntai dan Pesawat Cureng yang dipakai
8
dalam
peristiwa perjuangan ini.
Memasuki
halaman museum terdapat dinding yang memenuhi satu sisi selatan monumen yang
berisi Rana Daftar Nama Pahlawan dimana pengunjung bisa melihat 422 nama
pahlawan yang gugur di daerah Wehrkreise III antara tanggal 19 Desember 1948
sampai dengan 29 Juni 1949 dan puisi “Karawang-Bekasi” karangan Khairil Anwar.
Bangunan
monumen yang terdiri dari tiga lantai terbagi dalam beberapa bagian. Seluruh
bangunan dikelilingi oleh kolam air. Di lantai satu adalah museum dimana
terdapat empat ruang museum yang menyajikan benda-benda koleksi berupa: realia,
replika, foto, dokumen, heraldika, berbagai jenis senjata, bentuk evokatif
dapur umum yang kesemuanya menggambarkan suasana perang kemerdekaan 1945-1949.
Pengunjung bisa melihat tandu yang digunakan untuk menggotong Panglima Besar
Jenderal Soedirman selama perang gerilya, seragam tentara dan dokar yang juga
pernah digunakan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman. Konon total koleksi
barang-barang dalam museum tersebut mencapai ribuan.
Perpustakaan
menggunakan satu ruang di lantai satu yang merupakan perpustakaan khusus
yang menyediakan bahan-bahan referensi sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa
Indonesia dan dapat dimanfaatkan oleh umum.
Ruang
Serbaguna adalah ruangan yang terletak ditengah-tengah ruangan lantai satu lengkap
dengan panggung terbuka-nya. Setiap hari Sabtu dan Minggu diruangan ini digelar
berbagai atraksi diantaranya tarian klasik, gamelan, musik electone yang
memainkan lagu-lagu perjuangan. Ruangan Serbaguna ini bisa digunakan oleh umum
untuk acara-acara pernikahan, seminar, wisuda dan lain-lain.
Di
lantai 2 bagian dinding paling luar yang melindungi tubuh monumen,
9
pengunjung
bisa melihat 40 buah Relief Perjuangan Phisik dan Diplomasi perjuangan Bangsa
Indonesia sejak 17 Agustus 1945 hingga 28 Desember 1949. Pengunjung bisa
melihat antara lain relief Jenderal Mayor Meyer yang mengancam Sri Sultan HB IX
pada tanggal 3 Maret 1949, Presiden dan para pemimpin lain kembali ke
Yogyakarta, pernyataan dari Sri Sultan HB IX yang menyatakan bahwa Daerah
Istimewa Yogyakarta adalah bagian dari Negara Republik Indonesia, Perayaan
Kemerdekaan di halaman Kraton Ngayogyakarta dan lain-lain.
Didalam
bangunan lantai dua terdapat sepuluh diorama perjuangan Phisik dan Diplomasi
Bangsa Indonesia sejak 19 Desember 1948 hingga 17 Agustus 1949 dengan ukuran
life-size melingkari bangunan monumen. Diorama diawali dengan Agresi Militer
Belanda memasuki kota Yogyakarta dalam rangka menguasai kembali Replublik
Indonesia pada tanggal 19 Desember 1948 dimana pengunjung bisa menyaksikan
miniatur pesawat-pesawat Belanda yang dibuat mirip dengan asli-nya. Apabila
anda datang didampingi pemandu maka pemandu
akan
dengan senang hati menjelaskan kepada anda peristiwa sesungguhnya yang terjadi
dimana pasukan Belanda yang dipimpin oleh Kapten Van Langen berhasil menguasai
Lapangan Udara Maguwo (kini Adisucipto) pada pukul 08.00 dan mengadakan ‘sapu
bersih’ terhadap apa yang dijumpai sepanjang jalan menuju Kota Yogyakarta
(Jalan Solo). Kurang lebih pukul 16.00 pasukan Belanda sudah menguasai seluruh
kota Yogyakarta dan beberapa tempat-tempat penting lain seperti Istana Presiden
(Gedung Agung) dan Benteng Vredeburg. Sejak itu perjuangan merebut kembali
Negara RI dimulai.
Kesepuluh
diorama disajikan dalam kronologis waktu sehingga memudahkan pengunjung untuk
memahami urutan kejadian yang sebenarnya. Disini kita juga semakin memahami
peran perjuangan Jenderal Soedirman yang waktu itu dengan kondisi kesehatan
sangat lemah dan paru-paru sebelah tetap
10
memaksakan
diri ikut berjuang dengan cara gerilya walaupun Presiden Soekarno sudah
memintanya untuk tinggal bersamanya saja. Diorama ini disajikan diawal-awal.
Ditengah-tengah
diorama disisipkan juga adegan yang terkenal dengan sebutan Serangan Umum 1
Maret 1949 yang dipimpin oleh Letkol Soeharto yang memiliki tujuan politik,
psikologis dan militer dimana bangsa Indonesia ingin mengabarkan pada dunia
mengenai eksistensi-nya. Berita keberhasilan SU 1 Maret 1949 tersebut berhasil
disebarluaskan melalui jaringan radio AURI dengan sandi PC-2 di Banaran, Playen,
Gunung Kidul secara beranting hingga sampai ke Burma, India dan sampai kepada
perwakilan RI di PBB.
Menjelang
diorama terakhir kita bisa melihat akhir dari perjuangan panjang dan melelahkan
bangsa dimana akhirnya tentara Belanda ditarik dari Yogyakarta pada tanggal 29
Juni 1949 dan Sri Sultan HB IX bertindak selaku koordinator keamanan yang
mengawasi jalannya penarikan pasukan tersebut dan diakhiri dengan adanya
Persetujuan Roem-Royen pada tanggal 7 Mei 1949.
Puas
mendengarkan penuturan pemandu tentang sejarah perjuangan bangsa jangan lupa
menyempatkan diri ke lantai tiga dari gedung monumen yang dinamakan Garbha
Graha atau Ruang Hening. Dalam ruangan ini terdapat tiang bendera dengan
bendera merah putih terpasang ditengah ruangan. Terdapat relief di dinding
berupa gambar tangan yang dapat diartikan sebagai perjuangan phisik dan
perjuangan diplomasi yang digambarkan dengan tangan memegang pena. Pemandu akan
meminta pengunjung untuk menundukkan kepala dan berdoa sejenak bagi arwah para
pahlawan yang gugur dalam mempertahankan kemerdekaan dapat diterima di sisi
Tuhan sesuai dengan amal baktinya.
Monumen
ini sangat tepat menjadi sarana kita untuk memahami sejarah tanpa harus merasa
digurui karena peran pemandu dalam menyampaikan setiap cerita dalam diorama sangat
menarik dan tidak menjemukan. Disini pengunjung
11
akan
disegarkan kembali ingatannya akan sejarah perjuangan bangsa dan mengetahui
siapa saja tokoh-tokoh dibalik perjuangan itu. Tidak salah apabila anda
mengunjungi monumen ini bersama keluarga karena selain semua tempat yang telah
disebutkan monumen ini juga dilengkapi dengan taman yang terletak di bagian
barat dan timur. Beberapa pentas seni seperti keroncong dan campur sari sering
diselenggarakan ditaman monumen ini terutama dalam perayaan-perayaan seperti
Hari Raya Idul Fitri.
Monumen
ini dibuka setiap hari Selasa - Minggu pada jam 08.00 – 16.00 WIB tetapi pada
masa liburan sekolah monumen ini juga buka pada hari Senin dari jam 08.00 –
14.00 WIB. Dengan biaya masuk Rp 5.000 untuk dewasa dan Rp 7.500 untuk
wisatawan asing tempat ini layak untuk dijadikan tempat kunjungan wisata anda
bersama keluarga.
1.3
Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta dikenal secara umum oleh
masyarakat sebagai bangunan istana salah satu kerajaan nusantara. Keraton
Yogyakarta merupakan istana resmi Kesultanan Yogyakarta sampai tahun 1950
ketika pemerintah Negara Bagian Republik Indonesia menjadikan Kesultanan
Yogyakarta (bersama-sama Kadipaten Paku Alaman) sebagai sebuah daerah
berotonomi khusus setingkat provinsi dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta.
Keraton
Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca
Perjanjian Giyanti di tahun 1755. Lokasi keraton ini konon
13
adalah
bekas sebuah pesanggarahan yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini
digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura
dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi
keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah
hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I
berdiam diPesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah
Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman.
Secara
fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti
Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri
Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul
(Kamandhungan
Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan). Selain itu Keraton
Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara maupun
benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, Keraton Yogyakarta juga
merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh karenanya
tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi
Keraton Yogyakarta
· Tata
Ruang dan Arsitektur
Arsitek
istana ini adalah Sultan Hamengku Buwono I sendiri, yang merupakan pendiri dari
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Keahliannya dalam bidang arsitektur
dihargai oleh ilmuwan berkebangsaan Belanda - Dr. Pigeund dan Dr. Adam yang
menganggapnya sebagai "arsitek dari saudara Pakubuwono II Surakarta".
Bangunan pokok dan desain dasar tata ruang dari keraton berikut desain dasar
landscape kota tua Yogyakarta[6] diselesaikan antara tahun 1755-1756.
Bangunan lain di tambahkan kemudian oleh para Sultan Yogyakarta berikutnya.
Bentuk istana yang tampak sekarang ini sebagian besar merupakan hasil pemugaran
dan restorasi yang dilakukan oleh Sultan Hamengku
14
1.4
Koridor
di Kedhaton dengan latar belakang Gedhong Jene dan Gedhong Purworetno
Dahulu
bagian utama istana, dari utara keselatan, dimulai dari Gapura Gladhag di utara
sampai di Plengkung Nirboyo di selatan. Bagian-bagian utama keraton Yogyakarta
dari utara ke selatan adalah: Gapura Gladag-Pangurakan; Kompleks Alun-alun Ler
(Lapangan Utara) dan Mesjid Gedhe (Masjid Raya Kerajaan); Kompleks Pagelaran,
Kompleks Siti Hinggil Ler, Kompleks Kamandhungan Ler; Kompleks Sri Manganti;
Kompleks Kedhaton; Kompleks Kamagangan; Kompleks Kamandhungan Kidul; Kompleks
Siti Hinggil Kidul (sekarang disebut Sasana Hinggil); serta Alun-alun Kidul
(Lapangan Selatan) dan Plengkung Nirbaya yang biasa disebut Plengkung Gadhing.
Bagian-bagian
sebelah utara Kedhaton dengan sebelah selatannya boleh dikatakan simetris.
Sebagian besar bagunan di utara Kompleks Kedhaton menghadap arah utara dan di
sebelah selatan Kompleks Kedhaton menghadap ke selatan. Di daerah Kedhaton
sendiri bangunan kebanyakan menghadap timur atau barat. Namun demikian ada
bangunan yang menghadap ke arah yang lain.
Selain
bagian-bagian utama yang berporos utara-selatan keraton juga memiliki bagian
yang lain. Bagian tersebut antara lain adalah Kompleks Pracimosono, Kompleks
Roto Wijayan, Kompleks Keraton Kilen, Kompleks Taman Sari, dan Kompleks Istana
Putra Mahkota (mula-mula Sawojajar kemudian di nDalem Mangkubumen). Di
sekeliling Keraton dan di dalamnya
15
terdapat
sistem pertahanan yang terdiri dari tembok/dinding Cepuri dan Baluwerti. Di
luar dinding tersebut ada beberapa bangunan yang terkait dengan keraton antara
lain Tugu Pal Putih, Gedhong Krapyak, nDalem Kepatihan (Istana Perdana
Menteri), dan Pasar Beringharjo.
· Arsitektur
Umum
Secara
umum tiap kompleks utama terdiri dari halaman yang ditutupi dengan pasir dari
pantai selatan, bangunan utama serta pendamping, dan kadang ditanami pohon
tertentu. Kompleks satu dengan yang lain dipisahkan oleh tembok yang cukup
tinggi dan dihubungkan dengan Regol yang biasanya bergaya Semar Tinandu.
Daun pintu terbuat dari kayu jati yang tebal. Di belakang atau di muka setiap
gerbang biasanya terdapat dinding penyekat yang disebut Renteng atau Baturono.
Pada regol tertentu penyekat ini terdapat ornamen yang khas.
Bangunan-bangunan
Keraton Yogyakarta lebih terlihat bergaya arsitektur Jawa tradisional. Di
beberapa bagian tertentu terlihat sentuhan dari budaya asing seperti Portugis,
Belanda, bahkan Cina. Bangunan di tiap kompleks biasanya berbentuk/berkonstruksi
Joglo atau derivasi/turunan konstruksinya. Joglo terbuka tanpa dinding disebut
dengan Bangsal sedangkan joglo tertutup dinding dinamakanGedhong (gedung).
Selain itu ada bangunan yang berupa kanopi beratap bambu dan bertiang bambu
yang disebut Tratag. Pada perkembangannya bangunan ini beratap seng dan
bertiang besi.
Permukaan
atap joglo berupa trapesium. Bahannya terbuat dari sirap, genting tanah, maupun
seng dan biasanya berwarna merah atau kelabu. Atap tersebut ditopang oleh tiang
utama yang di sebut dengan Soko Guru yang berada di tengah bangunan,
serta tiang-tiang lainnya. Tiang-tiang bangunan biasanya berwarna hijau gelap
atau hitam dengan ornamen berwarna kuning, hijau muda, merah, dan emas maupun
yang lain. Untuk bagian bangunan lainnya yang terbuat
16
dari
kayu memiliki warna senada dengan warna pada tiang. Pada bangunan tertentu
(misal Manguntur Tangkil) memiliki ornamen Putri Mirong, stilasi dari
kaligrafi Allah, Muhammad, dan Alif Lam Mim Ra, di tengah tiangnya.
Untuk
batu alas tiang, Ompak, berwarna hitam dipadu dengan ornamen berwarna
emas. Warna putih mendominasi dinding bangunan maupun dinding pemisah kompleks.
Lantai biasanya terbuat dari batu pualam putih atau dari ubin bermotif. Lantai
dibuat lebih tinggi dari halaman berpasir. Pada bangunan tertentu memiliki
lantai utama yang lebih tinggi. Pada bangunan tertentu dilengkapi dengan batu
persegi yang disebut Selo Gilang tempat menempatkan singgasana
Sultan.
Tiap-tiap
bangunan memiliki kelas tergantung pada fungsinya termasuk kedekatannya dengan
jabatan penggunanya. Kelas utama misalnya, bangunan yang dipergunakan oleh
Sultan dalam kapasitas jabatannya, memiliki detail ornamen yang lebih rumit dan
indah dibandingkan dengan kelas dibawahnya. Semakin rendah kelas bangunan maka
ornamen semakin sederhana bahkan tidak memiliki ornamen sama sekali. Selain
ornamen, kelas bangunan juga dapat dilihat dari bahan serta bentuk bagian atau
keseluruhan dari bangunan itu sendiri.
Keraton
Yogyakarta juga mempunyai bangunan-bangunan yang berada di luar lingkungan
Keraton itu sendiri. Bangunan-bangunan tersebut memiliki kaitan yang erat dan
boleh jadi merupakan bagian yang tidak terpisahkan.
Tugu
Golong Gilig
Tugu
golong gilig atau tugu pal putih (white pole) merupakan penanda batas utara
kota tua Yogyakarta. Semula bangunan ini berbentuk seperti tongkat bulat
(gilig) dengan sebuah bola (golong) diatasnya. Bangunan ini mengingatkan pada
Washington Monument di Washington DC. Pada tahun 1867 bangunan ini rusak (patah)
karena gempa bumi yang juga merusakkan situs Taman Sari. Pada
17
masa
pemerintahan Sultan HB VII bangunan ini didirikan kembali. Namun sayangnya
dengan bentuk berbeda seperti yang dapat disaksikan sekarang (Januari 2008).
Ketinggiannya pun dikurangi dan hanya sepertiga tinggi bangunan aslinya.
Lama-kelamaan nama tugu golong gilig dan tugu pal putih semakin dilupakan
seiring penyebutan bangunan ini sebagai Tugu Yogyakarta.
Panggung
Krapyak
Panggung
krapyak dibangun oleh Sultan HB I dan saat ini merupakan benda cagar budaya.
Gedhong panggung, demikian disebut, merupakan sebuah podium dari batu bata
dengan tinggi 4 m, lebar 5 m, dan panjang 6 m. Tebal dindingnya mencapai 1 m.
Bangunan ini memiliki 4 pintu luar, 8 jendela luar, serta 8 pintu di bagian dalam.
Atap bangunan dibuat datar dengan pagar pembatas di bagian tepinya. Untuk
mencapainya tersedia tangga dari kayu di bagian barat laut. Bangunan bertingkat
ini disekat menjadi 4 buah ruang. Dahulu tempat ini digunakan sebagai lokasi
berburu menjangan (rusa/kijang) oleh keluarga kerajaan.
Berlokasi
dekat Ponpes Krapyak, konon tempat Gus Dur (presiden IV) pernah menimba ilmu,
bangunan di sebelah selatan Keraton ini menjadi batas selatan kota tua
Yogyakarta. Namun demikian, bangunan ini lebih mirip dengan gerbang kemenangan, Triumph
d’Arc. Kondisinya sempat memprihatinkan akibat gempa bumi tahun 2006 sebelum
akhirnya direnovasi. Setelah renovasi bangunan ini diberi pintu besi sehingga
orang-orang tidak dapat masuk kedalamnya.
Kepatihan
Dalem
Kepatihan merupakan tempat kediaman resmi (Official residence) sekaligus kantor Pepatih
Dalem. Di tempat inilah pada zamannya diselenggarakan kegiatan pemerintahan
sehari-hari kerajaan. Sejak tahun 1945 kantor Perdana Menteri Kesultanan
Yogyakarta ini menjadi kompleks kantor Gubernur/Kepala Daerah Istimewa dan
PemProv DIY. Selain Pendopo Kepatihan, sisa bangunan
18
lama
tempat ini juga dapat dilihat pada Gedhong Wilis (kantor gubernur), Gedhong
Bale Mangu (dulu digunakan sebagai gedung pengadilan Bale Mangu, sebuah badan peradilan
Kesultanan Yogyakarta dalam lingkungan peradilan umum), dan Masjid Kepatihan.
Sekarang tempat ini memiliki pintu utama di Jalan Malioboro.
Pathok
Negoro
Mesjid
Pathok Negoro yang berjumlah empat buah menjadi penanda batas wilayah ibukota
(?). Lokasi masjid ini berada di Ploso Kuning (batas utara), Mlangi (batas
barat), Kauman Dongkelan (batas selatan), dan Babadan (batas timur). Pendirian
masjid ini juga memiliki tujuan sebagai pusat penyiaran agama Islam selain
masjid raya kerajaan. Kedudukan masjid ini adalah setingkat dibawah masjid raya
kerajaan. Ini dapat dilihat dari kedudukan para imam besar/penghulu (jw=Kyai
Pengulu) masjid ini menjadi anggota Al-Mahkamah Al-Kabirah, badan
peradilan Kesultanan Yogyakarta dalam lingkungan peradilan agama Islam, dimana
imam besar masjid raya kerajaan (Kangjeng Kyai Pengulu) menjadi ketua mahkamah.
Bering
Harjo
Pasar
Bering Harjo merupakan salah satu pusat ekonomi Kesultanan Yogyakarta pada
zamannya. Berlokasi di sisi timur jalan Jend. A Yani, pasar Bering Harjo sampai
saat ini menjadi salah satu pasar induk di Yogyakarta. Sekarang pasar ini jauh
berbeda dengan aslinya. Bangunannya yang megah terdiri dari tiga lantai dan
dibagi dalam dua sektor barat dan timur yang dibatasi oleh jalan kecil. Namun
demikian pasar yang berada tepat di utara benteng Vredeburg ini tetap menjadi
sebuah pasar tradisional yang merakyat.
19
Warisan
Budaya
Selain
memiliki kemegahan bangunan Keraton Yogyakarta juga memiliki suatu warisan
budaya yang tak ternilai. Diantarannya adalah upacara-upacara adat, tari-tarian
sakral, musik, dan pusaka (heirloom). Upacara adat yang terkenal adalah upacara Tumplak
Wajik, Garebeg, upacara Sekaten dan upacara Siraman Pusaka
dan Labuhan. Upacara yang berasal dari zaman kerajaan ini hingga sekarang terus
dilaksanakan dan merupakan warisan budaya Indonesia yang harus dilindungi dari
klaim pihak asing.
Tumplak
Wajik
Upacara
tumplak wajik adalah upacara pembuatan Wajik (makanan khas yang terbuat dari
beras ketan dengan gula kelapa) untuk mengawali pembuatan pareden yang
digunakan dalam upacara Garebeg. Upacara ini hanya dilakukan untuk membuat
pareden estri pada Garebeg Mulud dan Garebeg Besar. Dalam
upacara yang dihadiri oleh pembesar Keraton ini di lengkapi dengan sesajian.
Selain itu upacara yang diselenggarakan dua hari sebelum garebeg juga diiringi
dengan musik ansambel lesung-alu (alat penumbuk padi), kenthongan, dan alat
musik kayu lainnya. Setelah upacara selesai dilanjutkan dengan pembuatan
pareden.
Garebeg
Upacara
Garebeg diselenggarakan tiga kali dalam satu tahunkalender/penanggalan Jawa
yaitu pada tanggal dua belas bulan Mulud (bulan ke-3), tanggal satu bulan Sawal
(bulan ke-10) dan tanggal sepuluh bulan Besar (bulan ke-12). Pada hari-hari
tersebut Sultan berkenan mengeluarkan sedekahnya kepada rakyat sebagai
perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas kemakmuran kerajaan. Sedekah ini, yang
disebut dengan Hajad Dalem, berupa pareden/gunungan yang terdiri
dari Pareden Kakung, Pareden Estri, Pareden Pawohan, Pareden
Gepak,
20
dan Pareden
Dharat, serta Pareden Kutug/Bromo yang hanya dikeluarkan 8 tahun
sekali pada saat Garebeg Mulud tahun Dal.
Gunungan
kakung berbentuk seperti kerucut terpancung dengan ujung sebelah atas agak
membulat. Sebagian besar gunungan ini terdiri dari sayuran kacang panjang yang
berwarna hijau yang dirangkaikan dengan cabai merah, telur itik, dan beberapa
perlengkapan makanan kering lainnya. Gunungan estri berbentuk seperti
keranjang bunga yang penuh dengan rangkaian bunga. Sebagian besar disusun dari
makanan kering yang terbuat dari beras maupun beras ketan yang berbentuk
lingkaran dan runcing. Kedua gunungan ini ditempatkan dalam sebuah kotak
pengangkut yang disebut Jodhang.
Gunungan
pawohan terdiri dari buah-buahan segar yang diletakkan dalam keranjang
dari daun kelapa muda (Janur) yang berwarna kuning. Gunungan ini juga
ditempatkan dalam jodhang dan ditutup dengan kain biru. Gunungan gepakberbentuk
seperti gunungan estri hanya saja permukaan atasnya datar. Gunungan dharat juga
berbentuk seperti gunungan estri namun memiliki permukaan atas yang lebih
tumpul. Kedua gunungan terakhir tidak ditempatkan dalam jodhang
melainkan
hanya dialasi kayu yang berbentuk lingkaran. Gunungan kutug/bromo memiliki
bentuk khas karena secara terus menerus mengeluarkan asap (kutug) yang berasal
dari kemenyan yang dibakar. Gunungan yang satu ini tidak diperebutkan oleh
masyarakat melainkan dibawa kembali ke dalam keraton untuk di bagikan kepada
kerabat kerajaan.
Pada Garebeg
Sawal Sultan menyedekahkan 1-2 buah pareden kakung. Jika dua buah maka
yang sebuah diperebutkan di Mesjid Gedhe dan sebuah sisanya diberikan kepada
kerabat Puro Paku Alaman. Pada garebeg Besar Sultan mengeluarkan
pareden kakung, estri, pawohan, gepak, dan dharat yang masing-masing berjumlah
satu buah. Pada garebeg Mulud/Sekaten Sultan memberi
21
sedekah
pareden kakung, estri, pawohan, gepak, dan dharat yang masing-masing berjumlah
satu buah. Bila garebeg Mulud diselenggarakan pada tahun Dal, maka
ditambah dengan satu pareden kakung dan satu pareden kutug.
Sekaten
Sekaten
merupakan sebuah upacara kerajaan yang dilaksanakan selama tujuh hari. Konon
asal-usul upacara ini sejak kerajaan Demak. Upacara ini sebenarnya merupakan
sebuah perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad. Menurut cerita rakyat kata
Sekaten berasal dari istilah credo dalam agama Islam, Syahadatain. Sekaten
dimulai dengan keluarnya dua perangkat Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK
Nagawilaga, dari keraton untuk ditempatkan di Pagongan Selatan dan
Utara di depanMesjid Gedhe.
Selama
tujuh hari, mulai hari ke-6 sampai ke-11 bulan Mulud, kedua perangkat gamelan
tersebut dimainkan/dibunyikan (jw: ditabuh) secara bergantian menandai
perayaan sekaten. Pada malam kedelapan Sultan atau wakil yang beliau tunjuk,
melakukan upacara Udhik-Udhik, tradisi menyebar uang logam (koin). Setelah
itu Sultan atau wakil beliau masuk ke Mesjid Gedhe untuk mendengarkan pengajian
maulid nabi dan mendengarkan pembacaan riwayat hidup nabi.
Akhirnya
pada hari terakhir upacara ditutup dengan Garebeg Mulud. Selama sekaten Sego
Gurih (sejenis nasi uduk) dan Endhog Abang (harfiah=telur merah)
merupakan makanan khas yang banyak dijual. Selain itu terdapat pula sirih
pinang dan bunga kantil (Michelia alba; famili Magnoliaceae). Saat ini
selain upacara tradisi seperti itu juga diselenggarakan suatu pasar malam yang
dimulai sebulan sebelum penyelenggaraan upacara sekaten yang sesungguhnya.
Upacara
Siraman/Jamasan Pusaka dan Labuhan
Dalam
bulan pertama kalender Jawa, Suro, Keraton Yogyakarta memiliki
22
upacara
tradisi khas yaitu Upacara Siraman/Jamasan Pusaka dan Labuhan. Siraman/Jamasan
Pusaka adalah upacara yang dilakukan dalam rangka membersihkan maupun merawat
Pusaka Kerajaan (Royal Heirlooms) yang dimiliki. Upacara ini di selenggarakan
di empat tempat. Lokasi pertama adalah di Kompleks Kedhaton (nDalem Ageng
Prabayaksa dan bangsal Manis). Upacara di lokasi initertutup untuk
umum dan hanya diikuti oleh keluarga kerajaan.
Lokasi
kedua dan ketiga berturut turut di kompleks Roto Wijayan dan Alun-alun. Di Roto
Wijayan yang dibersihkan/dirawat adalah kereta-kereta kuda. Kangjeng Nyai
Jimat, kereta resmi kerajaan pada zaman Sultan HB I-IV, selalu dibersihkan
setiap tahun. Kereta kuda lainnya dibersihkan secara bergilir untuk mendampingi
(dalam setahun hanya satu kereta yang mendapat jatah giliran). Di Alun-alun
dilakukan pemangkasan dan perapian ranting dan daun Waringin Sengker yang
berada ditengah-tengah lapangan. Lokasi terakhir adalah di pemakaman raja-raja
di Imogiri. Di tempat ini dibersihkan dua bejana yaitu Kyai Danumaya dan
Danumurti. Di lokasi kedua, ketiga, dan keempat masyarakat umum dapat
menyaksikan prosesi upacaranya.
Labuhan adalah
upacara sedekah yang dilakukan setidaknya di dua tempat yaitu Pantai
Parang Kusumo dan Lereng Gunung Merapi. Di kedua tempat itu benda-benda
milik Sultan seperti nyamping (kain batik), rasukan (pakaian) dan sebagainya
di-larung (harfiah=dihanyutkan). Upacara Labuhan di lereng Gunung Merapi
(Kabupaten Sleman) dipimpin oleh Juru Kunci Gunung Merapi (sekarang Januari 2008
dijabat oleh Mas Ngabehi Suraksa Harga atau yang lebih dikenal dengan
Mbah Marijan) sedangkan di Pantai Parang Kusumo Kabupaten Bantul dipimpin oleh
Juru Kunci Cepuri Parang Kusumo. Benda-benda tersebut kemudian diperebutkan
oleh masyarakat.
23
Pusaka
Kerajaan (Royal Heirlooms)
Regalia
Regalia merupakan
pusaka yang menyimbolkan karakter Sultan Yogyakarta dalam memimpin negara
berikut rakyatnya. Regalia yang dimiliki oleh terdiri dari berbagai
benda yang memiliki makna tersendiri yang kesemuanya secara bersama-sama
disebut KK Upocoro. Macam benda dan dan maknanya sebagai berikut:
Banyak (berwujud
angsa) menyimbolkan kelurusan, kejujuran, serta kesiap siagaan serta ketajaman;
Dhalang (berwujud
kijang) menyimbolkan kecerdasan dan ketangkasan;
Sawung (berwujud
ayam jantan) menyimbolkan kejantanan dan rasa tanggung jawab;
Galing (berwujud
burung merak jantan) menyimbolkan kemuliaan, keagungan, dan keindahan;
Hardawalika (berwujud
raja ular naga) menyimbolkan kekuatan;
Kutuk (berwujud
kotak uang) menyimbolkan kemurahan hati dan kedermawanan;
Kacu Mas (berwujud
tempat saputangan emas) menyimbolkan kesucian dan kemurnian;
Kandhil (berwujud
lentera minyak) menyimbolkan penerangan dan pencerahan; dan
Cepuri (berwujud
nampan sirih pinang), Wadhah Ses (berwujud kotak rokok), danKecohan (berwujud
tempat meludah sirih pinang) menyimbolkan proses membuat keputusan/kebijakan
negara. KK Upocoro selalu ditempatkan di belakang Sultan saat upacara
resmi kenegaraan (state ceremony) dilangsungkan. Pusaka ini dibawa oleh
sekelompok gadis remaja yang disebut dengan abdi-Dalem Manggung.
24
2.4
Taman Pintar
Taman
Pintar Yogyakarta adalah wahana wisata yang terdapat di pusat Kota
Yogyakarta, tepatnya di Jln. Panembahan Senopati No. 1-3, Yogyakarta, di kawasanBenteng Vredeburg. Taman ini memadukan
tempat wisata rekreasi maupun edukasi dalam satu lokasi. Taman Pintar memiliki
arena bermain sekaligus sarana edukasi yang terbagi dalam beberapa zona. Akses
langsung kepada pusat buku eks Shopping Centre juga menambah nilai lebih Taman
Pintar. Beberapa tahun ini Taman Pintar menjadi alternatif tempat berwisata
bagi masyarakat Yogyakarta maupun luar kota.[1]
Taman
ini, khususnya pada wahana pendidikan anak usia dini dilengkapi dengan
teknologi interaktif digital serta pemetaan video yang akan memacu imajinasi
anak serta ketertarikan mereka terhadap teknologi. Pada saat ini ada 35 zona
dan 3.500 alat peraga permainan yang edukatif.
2.5
Candi Prambanan
Candi
Rara Jonggrang atau Lara Jonggrang yang terletak di Prambananadalah
kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia. Candi ini terletak di pulau Jawa,
kurang lebih 20 km timur Yogyakarta, 40 km barat Surakarta dan 120 km selatanSemarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah
Istimewa Yogyakarta. Candi Rara Jonggrang terletak di desa Prambanan
yang wilayahnya dibagi antara kabupaten Sleman dan Klaten.
Candi
ini dibangun pada sekitar tahun 850 Masehi oleh salah
seorang dari kedua orang ini, yakni: Rakai Pikatan, raja kedua wangsa Mataram I atau Balitung
Maha Sambu, semasa wangsa Sanjaya. Tidak lama setelah dibangun, candi
ini ditinggalkan dan mulai rusak.
25
Renovasi
Pada
tahun 1733, candi ini ditemukan oleh CA. Lons seorang berkebangsaan Belanda,
kemudian pada tahun 1855 Jan
Willem IJzerman mulai membersihkan dan memindahkan beberapa
batu dan tanah dari bilik candi. beberapa saat kemudianIsaäc
Groneman melakukan pembongkaran besar-besaran dan batu-batu
candi tersebut ditumpuk secara sembarangan di sepanjang Sungai Opak. Pada tahun 1902-1903, Theodoor
van Erp memelihara bagian yang rawan runtuh. Pada tahun 1918-1926,
dilanjutkan oleh Jawatan Purbakala (Oudheidkundige Dienst) di bawah P.J.
Perquin dengan cara yang lebih metodis dan sistematis, sebagaimana diketahui
para pendahulunya melakukan pemindahan dan pembongkaran beribu-ribu batu tanpa
memikirkan adanya usaha pemugaran kembali.Pada tahun 1926 dilanjutkan De Haan
hingga akhir hayatnya pada tahun 1930. Pada tahun 1931 digantikan oleh Ir. V.R.
van Romondt hingga pada tahun 1942 dan kemudian diserahkan kepemimpinan
renovasi itu kepada putra Indonesia dan itu berlanjut hingga tahun 1993.
Banyak
bagian candi yang direnovasi, menggunakan batu baru, karena batu-batu asli
banyak yang dicuri atau dipakai ulang di tempat lain. Sebuah candi hanya akan
direnovasi apabila minimal 75% batu asli masih ada. Oleh karena itu, banyak
candi-candi kecil yang tak dibangun ulang dan hanya tampak fondasinya
saja.Sekarang, candi ini adalah sebuah situs yang
dilindungi oleh UNESCO mulai tahun
1991. Antara lain hal ini berarti bahwa kompleks ini terlindung dan memiliki
status istimewa, misalkan juga dalam situasi peperangan.
Candi
Prambanan adalah candi Hindu terbesar di Asia Tenggara, tinggi bangunan utama adalah
47m.Kompleks candi ini terdiri dari 8 kuil atau
candi utama dan lebih daripada 250 candi kecil.Tiga candi utama disebut Trisakti dan
dipersembahkan kepada sang hyang Trimurti: Batara Siwa sang
Penghancur, BataraWisnu sang Pemelihara dan Batara Brahma sang Pencipta.
26
Candi
Siwa di tengah-tengah, memuat empat ruangan, satu ruangan di setiap arah mata angin. Sementara yang pertama memuat
sebuah arca Batara Siwa setinggi tiga meter,
tiga lainnya mengandung arca-arca yang ukuran lebih kecil, yaitu arcaDurga,
sakti atau istri Batara Siwa, Agastya,
gurunya, dan Ganesa, putranya.
Arca
Durga juga disebut sebagai Rara atau Lara/Loro Jongrang (dara
langsing) oleh penduduk setempat. Untuk lengkapnya bisa melihat di artikel Loro Jonggrang.Dua candi lainnya
dipersembahkan kepada Batara Wisnu, yang menghadap ke arah utara dan satunya
dipersembahkan kepada Batara Brahma, yang menghadap ke arah selatan. Selain itu
ada beberapa candi kecil lainnya yang dipersembahkan kepada sang lembu Nandini, wahana Batara Siwa, sang Angsa,
wahana Batara Brahma, dan sang Garuda, wahana Batara Wisnu.
Lalu relief di sekeliling dua puluh tepi candi
menggambarkan wiracaritaRamayana. Versi yang digambarkan di sini
berbeda dengan Kakawin Ramayana Jawa
Kuna, tetapi mirip dengan cerita Ramayana yang diturunkan melalui tradisi
lisan. Selain itu kompleks candi ini dikelilingi oleh lebih dari 250 candi yang
ukurannya berbeda-beda dan disebut perwara.
Di dalam kompleks candi Prambanan terdapat juga museum yang menyimpan benda
sejarah, termasuk batu Lingga batara Siwa, sebagai lambang
kesuburan.Salah satu dari candi dalam
2.6
Museum Dirgantara
Museum
ini terletak di ujung utara Kabupaten Bantul perbatasan dengan Kabupaten Sleman
tepatnya di komplek Pangkalan Udara TNI-AU Adisucipto Yogyakarta. Museum ini
banyak menampilkan sejarah kedirgantaraan bangsa
27
Indonesia
serta sejarah perkembangan angkatan udara RI pada khususnya. Selain terdapat
diorama juga terdapat bermacam-macam jenis pesawat yang dipergunakan pada masa
perjuangan. Beberapa model dari pesawat tersebut adalah milik tentara jepang
yang digunakan oleh angkatan udara Indonesia
Keberadaan Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala berdasarkan atas gagasan dari Pimpinan TNI AU untuk mengabadikan dan mendokumentasikan segala kegiatan dan peristiwa bersejarah di lingkungan TNI AU. Hal tersebut telah lama dituangkan dalam Keputusan Menteri/ Panglima Angkatan Udara No. 491, tanggal 6 Agustus 1960 tentang Dokumen dan Museum Angkatan Udara. Setelah mengalami proses yang lama, pada tanggal 21 April 1967, gagasan itu dapat diwujudkan dan organisasinya berada di bawah Pembinaan Asisten Direktorat Budaya dan Sejarah Menteri Panglima Angkatan Udara di Jakarta. Berdasarkan Instruksi Menteri/ Panglima Angkatan Udara Nomor 2 tahun 1967, tanggal 30 Juli 1967 tentang peningkatan kegiatan bidang sejarah, budaya, dan museum, maka Museum Angkatan Udara mulai berkembang dengan pesat. Berkat perhatian yang besar, baik dari Panglima Angkatan Udara maupun Panglima Komando Wilayah Udara V (Pang Kowilu V), pada tanggal 4 April 1969 Museum Pusat TNI AU yang berlokasi di Markas Komando Udara V, di Jalan Tanah Abang Bukit Jakarta, diresmikan oleh Panglima Angkatan Udara Laksamana Roesmin Noerjadin.
Berdasarkan berbagai pertimbangan bahwa kota Yogyakarta pada periode 1945-1949 mempunyai peranan penting dalam sejarah, yaitu tempat lahirnya TNI AU dan pusat kegiatan TNI AU, serta merupakan kawah Candradimuka bagi Kadet Penerbang/ Taruna Akademi Angkatan Udara. Berdasarkan Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor Kep/11/IV/1978, museum yang semula berkedudukan di Jakarta, kemudian dipindahkan ke Yogyakarta. Selanjutnya, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor Skep/04/IV/1978 tanggal 17 April 1978, museum yang berlokasi di Kampus Akabri Bagian Udara
Keberadaan Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala berdasarkan atas gagasan dari Pimpinan TNI AU untuk mengabadikan dan mendokumentasikan segala kegiatan dan peristiwa bersejarah di lingkungan TNI AU. Hal tersebut telah lama dituangkan dalam Keputusan Menteri/ Panglima Angkatan Udara No. 491, tanggal 6 Agustus 1960 tentang Dokumen dan Museum Angkatan Udara. Setelah mengalami proses yang lama, pada tanggal 21 April 1967, gagasan itu dapat diwujudkan dan organisasinya berada di bawah Pembinaan Asisten Direktorat Budaya dan Sejarah Menteri Panglima Angkatan Udara di Jakarta. Berdasarkan Instruksi Menteri/ Panglima Angkatan Udara Nomor 2 tahun 1967, tanggal 30 Juli 1967 tentang peningkatan kegiatan bidang sejarah, budaya, dan museum, maka Museum Angkatan Udara mulai berkembang dengan pesat. Berkat perhatian yang besar, baik dari Panglima Angkatan Udara maupun Panglima Komando Wilayah Udara V (Pang Kowilu V), pada tanggal 4 April 1969 Museum Pusat TNI AU yang berlokasi di Markas Komando Udara V, di Jalan Tanah Abang Bukit Jakarta, diresmikan oleh Panglima Angkatan Udara Laksamana Roesmin Noerjadin.
Berdasarkan berbagai pertimbangan bahwa kota Yogyakarta pada periode 1945-1949 mempunyai peranan penting dalam sejarah, yaitu tempat lahirnya TNI AU dan pusat kegiatan TNI AU, serta merupakan kawah Candradimuka bagi Kadet Penerbang/ Taruna Akademi Angkatan Udara. Berdasarkan Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor Kep/11/IV/1978, museum yang semula berkedudukan di Jakarta, kemudian dipindahkan ke Yogyakarta. Selanjutnya, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor Skep/04/IV/1978 tanggal 17 April 1978, museum yang berlokasi di Kampus Akabri Bagian Udara
28
itu
ditetapkan oleh Marsekal TNI Ashadi Tjahyadi menjadi Museum Pusat TNI AU
Dirgantara Mandala, pada tanggal 29 Juli 1978 yang bertepatan dengan peringatan
Hari Bhakti TNI AU. Perkembangan selanjutnya, museum itu tidak dapat menampung
lagi koleksi alutsista yang ada karena lokasinya yang sukar dijangkau oleh umum
dan kendaraan. Oleh karena itu, Pimpinan TNI AU memutuskan untuk memindahkannya
ke gedung bekas pabrik gula di Wonocatur Lanud Adisucipto. Sebelum pemindahan
dilakukan gedung itu direhabilitasi untuk dijadikan Museum Pusat TNI AU
Dirgantara Mandala. Pada tanggal 17 Desember 1982, Kepala Staf TNI AU Marsekal
TNI Ashadi Tjahjadi menandatangani prasasti sebagai bukti dimulainya
rehabilitasi gedung itu.
Penggunaan dan pembangunan kembali gedung bekas pabrik gula itu diperkuat dengan Surat Perintah Kepala Staf TNI AU Nomor Sprin/05/IV/1984, tanggal 11 April 1984. Dalam rangka memperingati Hari Bhakti TNI AU, tanggal 29 Juli 1984, Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Sukardi meresmikan gedung yang sudah direhabilitasi itu sebagai gedung Museum Pusat TNI AU Dirgantara
Penggunaan dan pembangunan kembali gedung bekas pabrik gula itu diperkuat dengan Surat Perintah Kepala Staf TNI AU Nomor Sprin/05/IV/1984, tanggal 11 April 1984. Dalam rangka memperingati Hari Bhakti TNI AU, tanggal 29 Juli 1984, Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Sukardi meresmikan gedung yang sudah direhabilitasi itu sebagai gedung Museum Pusat TNI AU Dirgantara
Mandala.
Lokasi
Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala itu berada di Pangkalan Udara
Adisucipto, di bawah Sub Dinas Sejarah, Dinas Perawatan Personel TNI AU,
Jakarta.Bangunan, Gedung Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala yang ditempati
sekarang adalah bekas pabrik gula Wonocatur pada zaman Belanda, sedangkan pada
zaman Jepang digunakan untuk gudang senjata dan hanggar pesawat terbang.
Koleksi, Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala memamerkan benda-benda koleksi
sejarah, antara lain : koleksi peninggalan para pahlawan udara, diorama,
pesawat miniatur, pesawat terbang dari negara-negara Blok Barat dan Timur,
senjata api, senjata tajam, mesin pesawat, radar, bom atau roket, parasut dan
patung-patung tokoh TNI Angkatan Udara.
29
Bab 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari
bacaan diatas dapat disimpulkan bahwa Yogyakarta memiliki banyak sekali tempat
wisata yang unik dan mengagumkan, tempat-tempat bersejarah dan tempat-tempat
yang indah. Dan semua itu sangat berkaitan erat dengan pendidikan, karena
dengan mengetahui tempat-tempat wisata tersebut kita bisa tahu sejarah dan
menambah ilmu pengetahuan.
3.2
Saran
Mungkin
inilah yang diwacanakan pada penulisan kelompok ini meskipun penulisan ini jauh
dari sempurna minimal kita mengimplementasikan tulisan ini. Masih banyak kesalahan
dari penulisan kelompok kami, karna kami manusia yang adalah tempat salah dan
dosa dan kami juga butuh saran/ kritikan agar bisa menjadi motivasi untuk masa
depan yang lebih baik daripada masa sebelumnya. Kami juga mengucapkan terima
kasih atas guru guru yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan karya
ilmiah ini.
Daftar
Keterangan Gambar
1.0 Struktur Borobudur
1.1 Borobudur keseluruhan
1.2 Bangunan MONJALI keseluruhan
1.3 Atap Kraton
1.4 Koridor di Kraton
1.5 Keadaan di dalam Museum Dirgantara
1.1 Borobudur keseluruhan
1.2 Bangunan MONJALI keseluruhan
1.3 Atap Kraton
1.4 Koridor di Kraton
1.5 Keadaan di dalam Museum Dirgantara
2.0
Daftar
Pustaka
Atikah
Anindyarini, dkk. 2008. Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional.
__________.
2012. Karya Wisata. Garut: SMPN 1 Tarogong Kaler.
http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Borobudur
http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Prambanan
http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Sejarah
DIY
http://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Pintar_Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar