Minggu, 22 November 2015

ANALISI KASUS PELANGGARAN ETIKA PROFESI AKUNTANSI Sembilan KAP yang diduga melakukan kolusi dengan kliennya.Jakarta, 19 April 2001 .Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit. Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan. ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi. Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan. “Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu,” tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.Analisis : Dalam kasus tersebut ditemukan KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit. KAP tersebut telah melakukan penyimpangan terhadap tujuan profesi akuntansi, yaitu memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Selain itu KAP tersebut juga melanggarPrinsip pertama - Tanggung Jawab ProfesiPrinsip Kedua - Kepentingan PublikPrinsip Ketiga – IntegritasPrinsip Keempat – ObyektivitasPrinsip Kedelapan - Standar Teknis.Seharusmya KAP tersebut harus bertanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka, selain itu KAP juga harus bertanggung-jawab terhadap kepentingan publik. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.KAP harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Setiap KAP harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan
ANALISIS KASUS ETIKA PROFESI
Kronologi Penyerangan Lapas Cebongan di Persidangan
YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Sidang perdana terhadap 12 terdakwa kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, digelar mulai Kamis (20/6/2013). Dari kronologi yang dibacakan dalam sidang, empat tahanan lapas ini "dieksekusi" dengan pola double attack.

Serda Ucok Tigor Simbolon adalah terdakwa yang diduga sebagai pelaku penembakan keempat tahanan. Senjata AK-47 yang dia pakai disebut sempat macet. Berikut adalah kronologi kasus yang diungkap di dalam persidangan itu.

Tiga hari setelah penganiayaan yang menewaskan Serka Heru Santoso di Hugo's Cafe Yogyakarta pada 19 Maret 2013, Ucok mengajak Serda Sugeng Sumaryanto dan Koptu Kodik untuk mencari pelaku. Para pelaku penganiaya Heru, berdasarkan informasi yang didapat Ucok, juga diduga merupakan pembacok Sertu Sriyono, anggota Kodim Yogyakarta yang juga mantan anggota Kopassus, sehari setelah kematian Heru.

Informasi itu didapatkan Ucok saat mengikuti pelatihan di Gunung Lawu. Saat di kantin, Jumat (22/3/2013), Ucok bertemu Sertu Tri Juwanto dan mengajaknya serta. Kepada Tri, Ucok juga memintanya mengajak teman-teman mereka yang lain.

Pada hari itu juga, pukul 22.00 WIB, mereka berempat bersama Serda Ikhmawan Suprapto, Sertu Anjar Rahmanto, Sertu Suprapto, Sertu Hermawan Siswoyo, dan Sertu Martinus Roberto berangkat ke Yogyakarta dengan menggunakan mobil Avanza dan APV. Di Yogyakarta, mereka berputar-putar di kawasan Lempuyangan dan Malioboro untuk mencari kelompok preman yang menganiaya rekan mereka.

Saat bertanya kepada warga, mereka mendapat informasi bahwa Deki dkk, pelaku pembunuhan Heru dan penganiayaan Sriyono, berada di Lapas Kelas II B Cebongan, Sleman. Sesampainya di Lapas, Kodik membagikan tiga senjata AK-47, dua pucuk replika AK-47, dan satu pistol yang semula disimpan di bagian belakang mobil kepada rekan-rekannya.

Sekitar pukul 00.00 WIB, gerombolan tentara ini masuk ke area Lapas. Sewaktu tiba di depan gerbang, Ucok menggedor pintu dan mengaku aparat dari Polda DIY yang ingin mengebom tahanan atas nama Deki dkk.

Petugas sipir sempat curiga. Tetapi, karena diancam dengan senjata api, pintu akhirnya dibukakan. Gerombolan Kopassus kemudian masuk ke dalam bangunan Lapas. Rombongan ini masuk ke lokasi blok penjara menggunakan kotak kunci yang diambil paksa dari Kepala Keamanan Lapas Cebongan.

Setelah pintu Blok A5 dibuka, Ucok masuk ke dalam blok, sedangkan dua terdakwa lain berjaga di luar. Melihat ada kelompok bersenjata masuk dan mencari Deki dkk, 31 tahanan lain memisahkan diri. Sementara kelompok Deki berdiri di sisi kanan.

Terdakwa Ucok kemudian menembak Hendrik Angel Sahetapi alias Deki (31), menyusul kemudian Yohanes Juan (38) yang saat itu dalam posisi angkat tangan. Melihat tahanan lain, Adrianus Candra Galaja alias Dedi (33) berjalan merangkak ke arah selatan, Ucok kembali merentetkan tembakan.

Setelah itu, senjata yang digunakan Ucok macet. Dia lantas keluar untuk memperbaiki senjata tersebut bersama Sugeng Sumaryanto, tetapi tetap tidak berhasil. Ucok kemudian bertukar senjata dengan Sugeng.

Setelah menukar senjata, Ucok kembali masuk ke ruang tahanan dan bertanya, "Mana pelaku yang satunya lagi?". Puluhan tahanan lain kembali menyingkir dan menyisakan Gameliel Yermianto Rohi Riwu alias Ade (29) yang berdiri di dekat kamar mandi.

Ade pun ditembak sebanyak tiga kali. Seusai mengeksekusi keempat tahanan itu, para pelaku keluar. Sebagian pulang ke markas Kopassus, sedangkan tiga terdakwa kembali ke tenda latihan di Gunung Lawu.


analisis kasus:
 Motif penyerangan lapas cebongan Saat itu, atas nama jiwa korsa, belasan anggota Kopassus Kandang Menjangan menyerbu dan membunuh empat preman tersangka pembunuh Serka Heru di tahanan.
Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta menjatuhkan vonis 11 tahun penjara terhadap, Sersan Dua Ucok Tigor Simbolon, anggota Kopassus yang menjadi eksekutor kasus penyerangan empat tahanan titipan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Cebongan Sleman.

Ketua Majelis Hakim Letkol Chk Joko Sasmito, juga menjatuhkan vonis 8 tahun penjara kepada Sersan Dua Sugeng Sumaryanto, dan penjara 6 tahun untuk Kopral Satu Kodik. Ketiganya disidang dalam satu berkas juga dikenakan hukuman tambahan. Dipecat sebagai anggota TNI.

Ketiga terdakwa pembunuhan terhadap Dicky Cs, dinyatakan secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana seperti tertuang dalam Pasal 340 jo 55 ayat 1 ke 1 dan juga terbukti tidak mentaati perintah dinas seperti tertuang dari dalam Pasal 103 ayat 3 ke 3 KUHPM.

Hal-hal yang memberatkan terdakwa adalah karena perbuatan itu dianggap mencemarkan nama baik TNI khususnya Kopassus, menimbulkan rasa sedih mendalam bagi keluarga korban, dilakukan saat terdakwa sedang menjalankan tugas, membuat rasa trauma pegawai Lapas Cebongan dan penyerangan dilakukan di lembaga milik negara.

Sementara hal yang meringankan terdakwa adalah secara kesatria mengakui perbuatannya, tidak berbelit-belit saat masa persidangan, sikap kooperatif dan sejumlah prestasi yang diraih tiga terdakwa.

Vonis dibacakan hakim Letkol Chk. Faridah Faisal di ruang sidang 2 terhadap Sertu Tri Juwanto, Sertu Herman Siswoyo, Sertu Anjar Rahmanto, Sertu Martinus Robert Paulus Benani, dan Sertu Suprapto. Kelimanya divonis penjara satu tahun sembilan bulan.

"Terdakwa bersalah dan meyakinkan melakukan tindak pidana membantu pembunuhan berencana dan secara bersama-sama menggunakan barang untuk melakukan kekerasan," kata Letkol Faridah Faisal.

Majelis hakim dalam vonisnya juga memerintahkan barang bukti berupa dua pucuk senjata AK 47 dengan dua magasin serta sepucuk senjata Sig Sauer dikembalikan ke Grup 2 Kopassus. Sementara barang bukti berupa mobil Suzuki APV KH 9943 H dikembalikan kepada pemiliknya, Sertu Tri Juanto.

"Terdakwa juga harus menanggung biaya perkara sebesar Rp15.000," katanya.

Letkol Cyarif Hidayat, penasihat hukum lima terdakwa menyatakan banding atas vonis hakim. Putusan ini dianggap tidak tepat, karena kelima terdakwa tidak ikut menyerbu masuk LP Cebongan dan hanya berjaga-jaga di luar.


"Tidak dalam kategori membantu. Terdakwa tidak tahu apa yang terjadi di dalam.